LUNTAS


Ingatkah kau akan beluntas? Daunnya hijau dan harum sekali baunya. Orang-orang yang bermasalah dengan bau badannya, dipaksakannya untuk memakannya sebagai lalapan atau sebagai jamu dengan madu yang banyak takarannya. Beluntas itu sekarang masih ada disudut Madrasah. Beluntas dulu begitu semerbaknya sebagai pagar hidup orang-orang didesa, sekarang sudah banyak digantikan oleh pagar-pagar besi berujung lancip bahkan ditambah las dengan gerigi-gerigi tajamnya. Jikalau kudongakkan kepalaku keluar, terlihatlah beluntas itu rimbun dan segar tampak daunnya.
Tapi pagi ini aku begitu terkejut, kemana semua daun-daunnya yang menghijau itu? Meranggas sepertinya. Tapi terlihat tangkainya seperti bekas terpotong clurit yang tumpul. Tangkainya terlihat pecah-pecah.  Ada yang telah memanennya secara kejam sekali tanpa meninggalkan daunnya yang hijau itu. Ada yang lagi bau sekali badannya sehingga memperlakukan beluntas itu dengan sedemikian kejamnya. Benarlah ia baik sekali untuk tubuh manusia,? menyegarkan proses keluarnya keringat sehingga berbau harum? tapi ya mbok disisakan sedikit untuk berfotosintesislah biar tidak mati agar selalu dapat tumbuh terus daunnya untuk melayani manusia. Ya, apa boleh buat semua serba terlanjur, semoga beluntas itu akan tetap hidup, walaupun aku tak pernah memanennya sama sekali.
Kenangan itu muncul akan indahnya beluntas waktu aku masih kecil. Mbokku sering membikinkan aku jamu dengan beluntas, la wong keringatku tidak bau, keringatku waktu aku masih kecil ya sudah jelas wangi. Tapi mbokku dengan sukarela dan sedikit memaksa membuatkan aku jamu itu. Pahit, pahit dan tidak enak sama sekali.
“Ini le, minum ini, enak kok....ayo...” sambil menyodorkan segelas kecil minuman berwarna kehijauan.
“Apa ini Mbok?”
“Ini luntas. Enak kok, manis.....cobalah”
Kucium aromanya. Aneh...
“Sepertinya pahit ya Mbok?”
“Gak kok, sudah Mbok kasih banyak gula. Gak pahit kok”
“Buat apa sih Mbok?”
“Biar wangi badanmu Le....”
Dengan amat terpaksa aku minum itu minuman yang ternyata terbuat dari daun luntas. Sekejap mataku mengerjap-kerjap kepahitan.
“Emangnya badanku gak wangi ya Mbok?”
“Wangi, wangi....”
“Tapi kenapa kok aku harus minum?”
“Ya biar tambah wangi aja le....biar tidak kecut kalau dicium orang”
“Kecut? Masak bauku kecut Mbok?”
“Hehehehehe.........”
“Gak bau kok Mbok”
“Heheheheh”
Mbokku hanya tertawa saja sambil mengunyah itu sirihnya.
Sekarang disamping kerjaku, diluar, pojok madrasah, tumbuh itu beluntas dengan segudang cerita masa lalunya melawan masa depan.

AF, Sepanjang Gondanglegi, kab. malang. 8 desember 2012
Am.07:38

....TENTANG BATU


kab. malang. desember 2012

Aku melihat, aku mendengar dan aku juga merasakan
Betapa berat rasanya kehidupan ini
Bagai memikul batu besar yang tiada tahu kapan jatuhnya
Selalu kubawa kesana kemari bingung mau ditaruh dimana

Semakin lama semakin capek juga pundakku
Tanpa aku mau berusaha mengurangi sedikit demi sedikit bongkah itu
“Hei! Semakin kusut saja wajahmu!” teriak suara itu
Aku cuma menyerigai saja, berlalu acuh .......

Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya
Tapi aku tak mau menyelesaikannya
Aku ingin tahu seberapa kuat pundakku
Menambah bongkah batu yang telah membongkokkan badanku

9. Laron


Laron-laron berterbangan didalam rumah di awal datangnya musim penghujan[1]. Sinar lampu putih mengundang mereka untuk bersama-sama menikmati sejuknya malam. Sepertinya, singkat benar umurnya. Hidupnya cuma semalam itu saja[2]. Kulihat yang barusan datang dari luar nampak energik sekali berterbangan menuju sumber cahaya[3]. Baik itu lampu ruangan tengah maupun cahaya nyala televisi. Setelah mereka terpuaskan dengan bermain cahaya itu, terbanglah mereka menuju kearahku. Merayap-rayap pada buku diariku. Mengepak-ngepakkan sayapnya kemudian terbang lagi menuju lampu, datang padaku lagi dan terakhir, merayap dilantai keramik yang berwarna putih. Terlihat sayap-sayapnya mulai rontok satu persatu ditinggalkan merayap tanpa sayap. Ndak tahu berkeliling mencari apa, yang jelas sudah bersiap semut-semut yang badannya berukuran separuh dari tubuh laron tersebut menganga mulutnya. Semut  itu mulai menyeret badan gemuk laron dengan suatu sebab, makan malam. Kulihat semut-semut itu datang bersama kawanannya sedang menyantap laron yang mati seperti kawanan macan berpesta pora dengan kijang atau kerbau hasil buruannya.
Tidak tahu kenapa laron begitu rela mengorbankan dirinya. Kupandangi dinding, juga nampak  tokek dan cicak merayap kesana-kemari tanpa susah payah berlari-lari pada dinding tembok. Laron dengan senang hati datang dengan sendirinya.
Malam ini memanglah pesta kecil-kecilan. Laron berpesta cahaya lampu yang menghangatkan. Semut berpesta bangkai laron yang gurih. Tak luput tokek dan cicak turut serta pula. Tapi bagaimana dengan aku? Apa aku juga akan berpesta pula?
Aku ingat dulu waktu kecil suka sekali makan laron disangrai[4], Cuma di kasih bumbu garam saja. Kumakan dengan lahapnya. Sekarang, aku sudah tidak pernah makan laron. Entah kenapa? Apakah memang sudah pernah? Atau apakah itu, yang pasti sudah tidak seperti waktu kecil dulu.
Laron, matursuwun[5] untuk pengorbananmu. Sayap-sayapmu menjadi saksi akan kotornya lantai rumahku. Lihatlah besok, pasti kotoran cicak dan tokek menambah harum aroma rumahku.

AF, Kab. Malang , 3 Desember 2012
PM. 10: 23


[1] Rayap Jantan dan Betina yang sudah matang dan memiliki saya akan keluar di awal musim penghujan. Sehingga kedatangan Laron sering dianggap sebagai pertanda awal musim penghujan.
[2] Sebenarnya Laron atau juga Rayap Dewasa tidak lah hidup satu malam. Laron adalah Rayap, dan tentunya dia telah hidup lama sebelum menjadi Laron. Laron yang mati adalah Laron yang tidak menemukan pasangannya akan mati saat fajar tiba. Sedangkan Laron yang menemukan pasangannya akan membentuk koloni baru dan Laron Betina atau Rayap Betina akan menjadi Ratu di Koloni baru nya.
[3] Pada awal musim penghujan, rayap yang telah dewasa (atau Laron) akan keluar dari sarang dan mencari pasangannya dengan berkumpul di sekitar sumber cahaya.
[4] Di ongseng maksudnya di masak dalam kuali/wajan dengan tidak pake minyak lalu di aduk-aduk terus, karena bila tidak diaduk masakan jadi tidak rata matangnya alias gosong.
[5] terimakasih