Pidato III: Bakti kepada Orang Tua

Pidato III, hari senin upacara bendera dengan  kelas IX F
Senin, 06 February 2012
Tema: Karakter Siswa Islami

Bakti kepada Orang Tua

A’udubillah himinassyaitonirrojim
Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamualaikum Warohhmatullahiwabarokatuh………….
Segala puji bagi Alloh Tuhan semesta  alam.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad S.A.W dan keluarganya beserta seluruh  sahabatnya yang teramat sangat mulia.

Yang terhormat,
 Bapak Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Malang III
Yang terhormat,
 Bapak , Ibu guru, staf karyawan MTsN Malang III, beserta Bapak , Ibu guru PPL dari STIT
Dan anak-anakku sekalian
 yang saya cintai dan saya banggakan

Alhamdulillah, apa khabarnya anak-anak sekalian.......... ?
Ijinkanlah saya berucap satu dua tiga pantun untuk menyambut hari yang cerah ini…..

Manis-manis si gula jawa
Gula jawa manis rasanya
Jangan dulu bermain cinta
Kalau tidak tau artinya

Jangan lupa minum jamu
Jamu sehat cap orang tua
Rajin-rajinlah menuntut ilmu
Untuk bekal di hari tua

Jalan-jalan ke Yogyakarta
Jangan lupa beli celana
Jangan melawan orang tua
Agar kelak masuk surga

Bicara tentang orang tua, tak bisa lepas dari Ibu dan bapak. Di rumah, mereka adalah sebagai orang tua kandung kamu. Di Madrasah ini, ibu dan bapak guru inilah sebagai orang tua kamu yang kedua.

Nabi pernah bersabda, :

"Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua"

Ada sebuah cerita tentang orang tua
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakanapel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut.
Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.” Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja itu.” Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, ”
Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.”Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Maukah kau menolongku?” Tanya anak itu.”
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai perahu. Maukahkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.”
Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel itu. Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimakan usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.”
Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.”
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana aku tak mau belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.”
Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Inti dari cerita ini adalah:
. Pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup.
Kalian  mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapa mereka.  Hargailah jasa ibu bapa kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.
hati gembira bersama teman, bersuka ria di bawah jembatan
jikalau kita diizinkan Tuhan, pasti bertemu dihari kemudian

Wassalamu’alaikum……..Warahmatullahi, wabarahkatuh!



0 komentar:

Posting Komentar

silahkan isi komentar